Proses Pembuatan Biobriket Dari Tanaman Eceng Gondok

Eceng gondok mempunyai karakter yang sangat unik untuk dikaji, hal ini merupakan suatu anugerah Tuhan dengan kata lain “Tidaklah saya ciptakan sesuatu yang tanpa berguna, kecuali hanya sedikit pengetahuan yang dimiliki oleh manusia”. Walaupun eceng gondok dianggap sebagai gulma di perairan, tetapi bergotong-royong ia berperan dalam menangkap polutan logam berat. 

Rangkaian penelitian seputar kemampuan eceng gondok oleh peneliti Indonesia antara lain oleh Widyanto dan Susilo (1977) yang melaporkan dalam waktu 24 jam eceng gondok bisa menyerap logam kadmium (Cd), merkuri (Hg), dan nikel (Ni), masing- masing sebesar 1,35 mg/g, 1,77 mg/g, dan 1,16 mg/g bila logam itu tak bercampur. Eceng gondok juga menyerap Cd 1,23 mg/g, Hg 1,88 mg/g dan Ni 0,35 mg/g berat kering apabila logam-logam itu berada dalam keadaan tercampur dengan logam lain. Lubis dan Sofyan (1986) menyimpulkan logam chrom (Cr) sanggup diserap oleh eceng gondok secara maksimal pada pH 7. 

Dalam penelitiannya, logam Cr semula berkadar 15 ppm turun hingga 51,85 persen. Selain sanggup menyerap logam berat, eceng gondok dilaporkan juga bisa menyerap residu pestisida. Dari segi teknologi bahwa Eceng gondok mempunyai kadar serat yang tinggi. Serat tersebut sanggup dimanfaatkan secara komersiil baik secara tradisional hingga industri yang mutakhir.

Selain itu ada beberapa manfaat lain dari flora eceng gondok yaitu :

1. Bahan Baku Pulp dan Kertas
2. Bahan Baku Pupuk Organik
3. Sumber Pakan Ternak dan Ikan
4. Bahan Baku Kerajinan Tangan

Komposisi kimia flora Eceng Gondok

Dari hasil penelitian yang di lakukan oleh Winarno (1993), menyebutkan bahwa hasil analisa kimia dari Eceng gondok dalam keadaan segar diperoleh materi organik 36,59%, C organik 21,23%, N total 0,28%, P total 0,0011% dan K total 0,016%. Lebih lanjut Joejodibroto (1983) mengemukakan hasil analisa komponen kimia Eceng gondok yang tidak digiling ternyata mengandungkadar bubuk 12% dan sehabis digiling menjadi 0,65%. Selanjutnya zat ekstraktif juga mengalami penurunan sehabis digiling.

Biobriket

Biobriket atau briket biomassa atau disebut pula briket bioarang yakni materi bakar padat yang sanggup dipakai sebagai sumber energi alternatif yang mempunyai bentuk tertentu. Menurut Basriyanta biomassa limbah industri, hutan, perkebunan, pertanian, dan sampah merupakan semua materi baku biobriket, sebagai sumber energi alternatif terbesar. Potensi energi biomassa mencapai 885-juta gigajoule per tahun. Sampah organik salah satu sumber biomassa potensial dalam bentuk padat atau biobriket, gas (biogas), dan bentuk cair (bioliquid) sebagai materi bakar organik ramah lingkungan.

Dalam jangka panjang, penggunaan biobriket yang ramah lingkungan menjadi pengganti materi bakar minyak bumi. 

Beberapa tipe/ bentuk briket yang umum dikenal antara lain: bantal (oval), sarang tawon (honey comb), silinder (cylinder), telur (egg) dan lain-lain. Secara umum beberapa spesifikasi briket yang dibutuhkan oleh konsumen yakni sebagai berikut:

  1. Daya tahan briket
  2. Ukuran dan bentuk yang sesuai untuk penggunaannya
  3. Bersih, tidak berasap terutama untuk sektor rumah tangga.
  4. Bebas gas-gas berbahaya
  5. Sifat pembakaran yang sesuai dengan kebutuhan (kemudian dibakar, efisiensi energi, pembakaran yang stabil).

Teknologi pembriketan

Proses pembriketan yakni proses pengolahan yang mengalami perlakuan penggerusan, pencampuran materi baku, pencetakan dan pengeringan pada kondisi tertentu, sehingga diperoleh briket yang mempunyai bentuk, ukuran fisik, dan sifat kimia tertentu. Tujuan dari pembriketan yakni untuk meningkatkan kualitas materi sebagai materi bakar, mempermudah penanganan dan transportasi serta mengurangi kehilangan materi dalam bentuk debu pada proses pengangkutan.

Beberapa faktor yang menghipnotis pembriketan antara lain:

  1. Ukuran dan distribusi partikel.
  2. Kekerasan bahan.
  3. Sifat elastisitas dan plastisitas bahan. (Hasjim, 1991).

Adapun faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pembuatan briket antara lain:

1) Bahan baku
Briket sanggup dibentuk dari majemuk materi baku, menyerupai ampas tebu, sekam padi, serbuk gergaji, limbah ampas aren dll. Bahan utama yang harus terdapat di dalam materi baku yakni selulosa. Semakin tinggi kandungan selulosa semakin manis kualitas briketnya.

2) Bahan pengikat
Untuk merekatkan partikel-partikel zat dalam materi baku pada proses pembuatan briket maka diharapkan zat pengikat sehingga dihasilkan briket yang kompak.

Secara umum proses pembuatan briket melalui tahap penggerusan, pencampuran, pencetakan, pengeringan, dan pengepakan.

  1. Penggerusan yakni menggerus materi baku briket untuk mendapat ukuran butir tertentu.
  2. Pencampuran yakni mencampur materi baku briket pada komposisi tertentu untuk mendapat adonan yang homogen.
  3. Pencetakan yakni mencetak adonan untuk mendapat bentuk tertentu yang sesuai dengan keinginan.
  4. Pengeringan yakni proses mengeringkan briket dengan memakai udara/ panas pada tenperatur tertentu untuk menurunkan kandungan air briket.
  5. Pengepakkan yakni pengemasan produk sesuai dengan spesifikasi kualitas dan kuantitas yang telah ditentukan.

Beberapa parameter kualitas briket yang akan menghipnotis pemanfaatannya antara lain: kandungan air, kandungan abu, kandungan zat terbang, dan nilai kalor.

Standar kualitas briket bioarang

Saat ini belum ada suatu standar kulaitas briket bioarang. Namun, persyaratan briket arang kayu berdasarkan Sudrajat (1982) adalah:

Fixed Carbon > 60 %

Kadar bubuk < 8 %

Nilai kalor > 6000 cal/ gr

Kerapatan > 0,7 gr/ cm3

Manfaat biobriket

Dengan penggunaan briket arang sebagai materi bakar maka kita sanggup menghemat penggunaan kayu sebagai hasil utama dari hutan. Selain itu penggunaan briket arang sanggup menghemat pengeluaran biaya untuk membeli minyak tanah atau gas elpiji. Dengan memanfaatkan serbuk gergaji sebagai materi pembuatan briket arang maka akan meningkatkan pemanfaatan limbah hasil hutan sekaligus mengurangi pencemaran udara, sebab selama ini limbah ampas batang aren yang ada hanya dibakar begitu saja. Manfaat lainnya yakni sanggup meningkatkan pendapatan masyarakat bila pembuatan briket arang ini dikelola dengan baik untuk selanjutnya briket arang dijual.

Cara pembuatan biobriket dari flora eceng gondok

Dari fakta dan data yang ada memperlihatkan bahwa pemakaian materi bakar fosil ketika ini semakin meningkat, jumlah cadangan semakin menipis, harga yang tidak stabil (cenderung terus meningkat) dan isu-isu bahwa materi bakar fosil menjadikan pemanasan global serta penyebab terjadinya kerusakan lingkungan sudah mulai terbukti. Upaya untuk mengeliminasi kemungkinan terburuk dampak pemakaian materi bakar fosil yaitu dengan pengembangan sumber energi terbarukan menjadi salah satu alternatif pengganti materi bakar fosil.

Kekayaan alam Indonesia menjadi pertimbangan utama konversi energi minyak dan gas ke biomassa. Biomassa merupakan materi alami yang biasanya dianggap sebagai sampah dan sering dimusnahkan dengan cara dibakar. Perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan negara agraris terbesar yang akan bisa memasok sumber materi baku biomassa, baik dari budidaya hayati maupun limbah pertanian, peternakan, dan perkebunan. Sumber energi biomassa mempunyai laba antara lain :

  1. Sumber energi ini sanggup dimanfaatkan secara terus-menerus sebab sifatnya yang renewable resources.
  2. Sumber energi ini relatif tidak mengandung unsur sulfur, sehingga tidak menjadikan polusi udara sebagaimana yang terjadi pada materi bakar fosil.
  3. Pemanfaatan energi biomassa juga meningkatkan efisiensi pemanfaatan limbah pertanian, peternakan, dan perkebunan.

Oleh sebab itu banyak sekali materi organik ketika ini dicoba untuk dipakai sebagai penghasil energi alternatif, contohnya sebagai materi bakar (biobriket). Terlebih limbah yang dihasilkan oleh suatu aktivitas/ perjuangan produksi insan akan lebih baik kalau kita manfaatkan sehingga tidak mencemari lingkungan sekitar. Berbagai limbah yang telah diteliti sanggup menghasilkan energi atau sebagai materi bakar alternatif antara lain: jerami, ampas tebu, sekam, limbah ampas batang aren, serbuk gergaji dll.

Adapun proses pembuatan biobriket dari flora eceng gondok yakni sebagai berikut:

1. Pertama, eceng gondok diiris-iris kemudian digiling dengan mesin penggiling sederhana. Air perasannya dipisahkan dan bisa dimanfaatkan untuk pupuk. Sementara ini eceng gondok dimanfaatkan untuk pupuk flora hias, bukan untuk sayuran, sebab khawatir ada B3 Irisan eceng gondok dicampur dengan tanah liat, kapur, dan serbuk gergaji.

2. Setelah itu, adonan tadi dimasukkan ke dalam silinder pencetak yang berdiameter 15 sentimeter. Setelah dijemur tiga hari, briket eceng gondok pun bisa pribadi digunakan. Dengan ditambah sedikit minyak tanah, briket akan segera membara dan siap untuk memasak.

Briket bisa juga dibakar sehingga menjadi bio arang. Dengan kandungan karbon yang lebih tinggi dan kadar air yang terkurangi, mutu bio arang ini lebih baik dibanding briketnya. Selain ramah lingkungan, briket dan bio arang ini lebih harum dan sedikit asapnya.

Sayangnya, waktu menyalanya relatif singkat sekitar 10 menit saja untuk 3-4 briket ataupun bio arang. Namun limbah hasil pembakaran briket atau bio arang masih bisa dimanfaatkan untuk bubuk gosok atau pembuatan telur asin, sehingga tak ada yang terbuang.

Menurut data nilai kalori yang terkandung pada banyak sekali materi bakar bahwa biobriket mempunyai nilai kalor cukup tinggai yaitu rata-rata 7.047,30 kal/gram. Nilai kalor biobriket tersebut menempati urutan ke-3 sehabis minyak bumi mentah, materi bakar minyak dan gas alam. Hal ini berarti memenuhi standar Jepang maupun standar Amerika. (Media Indonesia, 2010)

Akan tetapi kandungan kalor dari biomasa yang lebih rendah menjadikan jumlah briket yang diharapkan untuk keperluan yang sama relatif lebih banyak dibanding batubara dan minyak tanah. Hal ini sanggup diatasi dengan teknik karbonisasi guna meningkatkan nilai kalor dari briket biomassa. Selain itu dengan mengatur kandungan volatil yang cocok, briket biomassa relatif lebih gampang dinyalakan daripada briket batubara. Bau yang dikeluarkan dari pembakaran biobriket juga tidak terlalu menyengat sebagaimana amis yang dikeluarkan selama pembakaran biobriket. 

Sifat-sifat penting dari biobriket yang menghipnotis kualitas materi bakar yakni sifat fisik dan kimia. Sifat fisik biobriket sanggup diperoleh dari proses pembuatan mulai dari pemilihan materi hingga hasil berupa biobriket yang siap digunakan. Ukuran partikel arang juga memperlihatkan imbas pada kualitas biobriket. Arang yang dihasilkan dari karbonisasi flora eceng gondok dinilai cukup manis sebab limbah ampas yang belum dikarbonisasi sudah mempunyai ukuran partikel dengan diameter kecil sehingga mempercepat pada proses karbonisasi.

Dengan demikian adanya pembuatan biobriket dari flora eceng gondok sanggup membantu pemerintah dan masyarakat dalam upaya penghematan energi dan penanggulangan pencemaran lingkungan.

Belum ada Komentar untuk "Proses Pembuatan Biobriket Dari Tanaman Eceng Gondok"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel